Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan - Berita Papua

Breaking

Senin, 11 Mei 2020

Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan

Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan

-


Kabupaten Fakfak di Provinsi Papua Barat tak lagi dapat dipungkiri soal toleransi agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Bahkan harmonisasi keberagaman di Kota Pala, sebutan untuk Fakfak, sudah mendarah daging dan turun temurun dilakukan.

Salah satu bukti harmonisasi agama di kota itu adalah Masjid Patimburak yang terletak di Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Masjid Patimburak dibangun oleh Raja Pertuanan Wertuar pada 1870. Arsitektur masjid sangat unik, karena ada perpaduan bentuk masjid dan gereja.

Konon kabarnya, Raja Pertuanan Wertuar sangat menghormati agama di daerah itu yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik yang sudah menjadi tiga agama dan hidup berdampingan di zaman Pertuanan Wertuar.

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebutkan jika dilihat dari kejauhan, kubah masjid dirancang mirip arsitektur gereja-gereja di Eropa. Masjid Patimburak merupakan wujud dari nilai satu tungku tiga batu yang menjadi filosofi keberagaman budaya dan agama di Fakfak.

“Masjid ini dibangun gotong royong oleh warga Pertuanan Wertuar, baik yang memeluk agama Islam maupun Kristen Protestan dan Katolik,” kata Hari (10/5/2020).

Satu tungku tiga batu mengandung arti tiga posisi penting dalam keberagaman dan kekerabatan etnis di Fakfak. Satu tungku tiga batu artinya tungku tersusun atas tiga batu berukuran sama. Ketiga batu ini, diletakkan dalam satu lingkaran dengan jarak satu sama dengan lainnya sehingga posisi ketiganya seimbang untuk menopang periuk tanah liat.

Selain keberagaman dan toleransi beragama, satu tungku tiga batu di Fakfak diartikan sebagai adat, agama dan pemerintah selalau berjalan beriringan dalam keseharian masyarakat di Fakfak. 

Kata Hari, kemajemukan masyarakat Fakfak tetap memandang dirinya berasal dari satu rumpun kerabat, satu leluhur, jauh sebelum tiga agama tersebut berkembang di Fakfak. Tungku yang berkaki tiga membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan untuk memasak.

“Fakfak tidak akan pernah terpengaruh oleh isu-isu, ataupun perselisihan terkait agama. Bahkan tak jarang ditemui dalam satu keluarga di Fakfak memeluk agama masing-masing. Walau begitu, masyarakat tetap menghormatinya,” jelas Hari.

Toleransi hidup beragama di Fakfak sangat kental dan tetap dipertahankan oleh masyarakat dan patut untuk dicontoh, sebagai bentuk keberagaman dan kebhinnekaan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar